Jumat, 09 Desember 2011

(katanya) Harus Hemat Energi

    


    Beberapa hari belakangan di televisi tengah marak iklan layanan masyarakat yang dibuat oleh salah satu kementerian di negeri ini mengenai Hemat Energi. Kita, rakyat Indonesia dihimbau untuk melakukan penghematan energi. Menggunakan listrik seperlunya, mengurangi pemakaian listrik pada jam-jam tertentu. Ada juga iklan tentang penggunaan BBM Bersubsidi hanya untuk masyarakat kurang mampu.
    Menurutku, aku sudak cukup berkontribusi dalam gerakan Hemat Energi ini. Di kamar kosan, aku punya rice cooker, water heater, egg boiler, kompor listrik dan juicer yang hanya difungsikan pada bulan puasa saja. Mungkin juga ada faktor kemalasan didalamnya. Tapi anggap saja ini salah satu bentuk penghematan energi.
lampu di kamar depan dan di dapur hanya aku nyalakan ketika hendak mengambil air minum di kulkas pada malam hari. Hanya kulkas inilah satu-satunya peralatan yang aku nyalakan selama 24 jam. 
    Aku bahkan tidak punya water dispenser. Air minum yang aku konsumsi sehari-hari berupa air mineral dalam kemasan gelas atau botol ukuran 1 liter. Aku juga sangat jarang makan di kosan. Biasanya sepulang dari kantor aku singgah di warung langganan. See, aku bahkan hemat air karena tidak perlu mencuci piring dan gelas.
    Untuk urusan mencuci baju aku serahkan ke laundry langganan. Kecuali untuk underwear dan sejenisnya, aku harus cuci sendiri dengan mini washing machine yang tidak memerlukan banyak daya listrik. Berangkat ke kantor yang jaraknya hanya sekitar 700 meter dari kosan aku cukup menggunakan jasa daeng becak. Tidak memerlukan BBM Bersubsidi. Hemat bukan??
    Nah, sekarang mari kita lihat seberapa hemat energi-kah para bapak/ibu yang mengendarai kendaraan ber-plat merah. Di kawasan sekitar kantorku, banyak rumah yang memiliki kendaraan plat merah. Dalam satu rumah saja, minimal memiliki dua buah AC yang bisa dipastikan dalam posisi off hanya jika pemilik rumah sedang tidak berada ditempat. Jika pemilik rumah berangkat ke kantor pukul 7 pagi & pulang pukul 4 sore. Berarti AC-nya dalam posisi on selama kurang lebih 14-15 jam/hari. Belum lagi pemakaian lampu yang berlebihan. Di teras depan dan di taman, minimal ada dua buah lampu yang menyala sejak pukul 6 sore s.d pukul 6 pagi. Tidak usahlah kita bahas mengenai Televisi, Radio, Dispenser, Kulkas, & sebagainya. Kita sudah bisa menebak berapa pemakaian listriknya per bulan yang konon kabarnya dibiayai oleh negara. 
Untuk penggunaan BBM, kendaraan ber-plat merah pun masih menggunakan BBM bersubsidi. Yang bisa aku simpulkan : kendaraan ber-plat merah adalah milik orang tidak mampu karena sesuai semboyannya "BBM bersubsidi hanya bagi masyarakat tidak mampu". 
Pertanyaannya sekarang, siapa yang mensubsidi siapa? Karena untuk ukuran anak kosan, aku mampu menghemat energi. Sementara bapak/ibu yang mengendarai kendaraan ber-plat merah belum mampu menghemat energi. 
Jangan-jangan selama ini, bukan pemerintah yang mensubsidi rakyatnya. Tapi rakyat lah yang mensubsidi pemerintahnya!!!! 

Kamis, 01 Desember 2011

Cita-Cita Tak Setinggi Langit







Aku sudah lupa, waktu kecil dulu pernah bercita-cita menjadi apa. Jangan-jangan dulu aku tidak punya cita-cita... Hehehehe...
Cita-cita normatif seorang anak kecil hanya berkisar pada beberapa profesi saja, yaitu Dokter, Pilot, Guru, Arsitek, Artis/Foto Model/Penyanyi. Aku belum pernah mendengar seorang anak kecil ingin menjadi Karyawan Perusahaan Asuransi. Mungkin terlalu ribet bagi mereka. Jadi cukuplah dengan cita-cita yang dicekoki oleh orang tua mereka.
Aku tidak pernah memilih sebuah profesi tertentu untuk menjadi cita-citaku. Yang aku tahu, aku ingin menjadi orang yang sukses, bisa membahagiakan diriku, orang tuaku dan orang-orang disekelilingku.
Pilihan masuk fakultas aku putuskan hanya karena intuisi ku mengatakan bahwa aku harus memilih fakultas tersebut. Ketika memasukkan lamaran pekerjaan ke tempatku bekerja sekarang pun hanya karena rasa solidaritas diantara teman-teman yang ketika itu telah terlebih dahulu memasukkan lamaran. Atas kemurahan ALLAH SWT, diantara teman-teman yang lain hanya aku dan salah seorang teman yang lulus dan diterima bekerja.
Mungkin bagi orang lain, tidak punya cita-cita berarti tidak punya tujuan hidup. Tapi, heyy.. bukan kah tujuan hidup kita yang sebenarnya adalah ingin hidup bahagia dunia dan akhirat?? Yang membedakannya hanyalah cara kita mencapai kebahagiaan tersebut. Ini lah yang bagiku sebagai sebuah cita-cita...*Apologi I*
Menurutku, cita-cita bisa saja berubah seiring perjalanan hidup yang kita lalui. Hari ini mungkin aku bercita-cita menjadi "A", ditengah perjalanan ternyata banyak hal yang dalam pertimbanganku tidak sesuai maka cita-cita aku ubah menjadi "B". Selama tujuan akhir bisa tercapai, no problemos! *Apologi II*
Dengan posisiku saat ini di tempat kerja, dengan berbagai upaya yang aku lakukan untuk mengembangkan kompetensi diri sesuai dengan bidang tugas, aku mempunyai cita-cita menjadi seorang Ahli Asuransi Kesehatan. Aku ingin ketika orang-orang berbicara mengenai Asuransi Kesehatan, mereka akan mengingat aku sebagai "sang spesialis". Mungkin cita-citaku ini tak setinggi langit, tapi setidaknya aku bahagia ketika memikirkannya. Dan lazimnya, indikator seseorang dikatakan bahagia adalah ketika dia tersenyum. 



Untukmu, Laki-laki yang atas se-izin Allah akan menjadi imam-ku...


Untukmu,
Laki-laki yang atas se-izin Allah akan menjadi imam-ku...
Tak banyak yang ku pinta padamu.
Hanya permohonan sederhana, untuk menempatkan ku ditempat terhormat dalam keluarga kita kelak.
Menghargai diriku, dan seluruh perasaanku yang kelak akan ku berikan sepenuhnya kepadamu.
Jadilah ayah yang baik bagi anak-anak ku. Ayah yang kelak anak-anak ku tak malu menyebut namanya.

Manusia Batu

Dulu tak pernah terlintas di pikiranku ada manusia seperti batu. Batu itu keras, untuk membuatnya berlubang atau berongga butuh ratusan atau ribuan tahun bagi air untuk menetesinya. Batu itu tidak bisa berpindah dengan sendirinya, butuh kekuatan makhluk lain atau kekuatan alam yang sangat besar untuk memindahkannya. Batu juga selalu diibaratkan seperti manusia yang tidak punya perasaan. 
Tapi saat ini, aku dihadapkan pada kenyataan bahwa sesungguhnya Manusia Batu itu ada. Itulah dirimu! Hampir setahun kau berada di tengah-tengah kami, tapi tak ada yang berubah. Jika diibaratkan speedometer, kau tidak bergerak dari titik NOL. Segala upaya telah kami lakukan agar kau mampu berlari bersama kami, bahkan kami memperlambat laju lari, tapi kau tetap tidak bergerak. Tetap di posisi yang sama. Sangat sulit untuk tidak mempersalahkanmu, karena kami pun bukannya tidak berupaya. Kami disini untuk membantumu, tapi kalau kau saja tidak bisa mendorong dirimu sendiri, tidak mampu memotivasi diri untuk mencapai tujuan, rasanya mustahil kau bisa berlari bersama kami. 
Sudah saatnya kau merubah sifat malas, egois & sombong yang sepertinya tertanam dalam dirimu karena kau lahir dan besar dalam keluarga yang serba berkecukupan. Tapi sekarang kau berada di luar lingkungan yang membesarkanmu. Kau dikelilingi oleh berbagai karakter yang tidak kalah uniknya dengan dirimu. Yang tidak bisa menuruti semua keinginanmu. Jadi, mau tidak mau kau harus mampu beradaptasi. Sekarang bukan lagi waktunya mengharapkan orang lain untuk menyelesaikan apa yang menjadi tugas & tanggung jawabmu. Atau mempersalahkan orang lain jika sesuatu tidak berjalan dengan semestinya. Dan rasanya baik kau maupun seisi dunia ini tidak punya hak untuk menyombongkan diri ketika berjalan di muka bumi ALLAH SWT. Jadi, berhentilah bersikap sombong!! 
Mungkin keberadaanmu merupakan latihan kesabaran bagi orang-orang disekitarmu. Mungkin itu salah satu manfaat kehadiranmu. Bukankah sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya?? Entahlah, semoga saja kami bisa menemukan manfaat lain yang masih tersembunyi dalam dirimu. أمِينْ يَا مُجِيبَ السَّائِلِينْ